DARURAT LAPANGAN KERJA
Apa kabar tenaga kerja Indonesia yang menghadapi tantangan terbesar: kehilangan pekerjaan. Di era AI yang demikian berkembang pesat, dan terjadi turbulensi yang mau tidak mau nantinya akan muncul keseimbangan baru.
Chusdarmawan Hidayat
8/31/20254 min read


Kali ini kita bahas topik yang mungkin membuat kita agak pusing, tapi sebenarnya penting banget buat masa depan kita semua: lapangan kerja di Indonesia.
Jutaan anak muda yang tiap tahun lulus sekolah, lulus kuliah, terus masuk ke pasar kerja, ini jadi PR besar buat negara kita. Data BPS Februari 2025 saja menunjukkan angkatan kerja kita itu sudah di angka 153,05 juta orang! Banyak banget kan? Nah, kalau tidak diimbangi sama lapangan kerja yang cukup, ya jelas angka pengangguran bisa meroket. Per Februari 2025, angka pengangguran terbuka kita sekitar 4,79%, atau sekitar 7,23 juta orang. Bahkan IMF memberikan prediksi pengangguran di Indonesia akan menyentuh angka 5% di tahun 2025 ini.
Angka-angka di atas seringkali lebih tinggi di kalangan anak muda dan yang baru lulus. Kenapa? Kadang skill yang belum tentu cocok sama yang dibutuhin industri. Alias, skill mismatch! Belum lagi isu PHK di beberapa sektor, terakhir adalah industri media dan kemungkinan disusul sektor perhotelan dan perusahaan multi finance. Ditambah lagi, otomasi dan AI yang makin canggih, bikin beberapa pekerjaan manual jadi terancam. Belum lagi kita dengar Pemerintah menunda penerimaan PNS di tahun ini. Akhirnya sebagian menganggur, sebagian lagi memilih bekerja dalam gig economy, serta sisanya kerja di sektor informal dimana jaminan sosialnya masih minim.
Gimana Cara kita Keluar dari situasi "Darurat" Ini?
Pemerintah mungkin sudah punya strategi. Tapi terus terang, kita butuh sinergi yang lebih gila lagi dari berbagai strategi. Pemerintah perlu punya terobosan implementasi yang lebih cepat dan terukur. Skenario gabungan yang bisa jadi jalan keluar.
Skenario 1: Hilirisasi Industri (Smelter & Pertanian)
Yang pertama, kita bahas hilirisasi. Ini jangan cuma jargon politik saja, tapi mesti bener-benar dilaksanakan!
Smelter industry pertambangan: Bayangkan, kalau kita tidak cuma jual bahan mentah tambang, tapi kita olah sendiri jadi barang jadi. Nilai tambahnya besar, dan jelas butuh banyak tenaga kerja. Per Maret 2024, 54 smelter sudah menyerap sekitar 112.732 pekerja. Tahun 2025 ini, dengan adanya smelter baru seperti Freeport Manyar, bisa nambah sekitar 5.000 sampai 15.000 tenaga kerja lagi di fase operasional awal. Jadi, totalnya bisa di angka 122.732 orang! Lumayan menyerap angkatan kerja.
Kawasan Industri Pertanian: Nah, ini juga tidak kalah menarik. Produk pertanian nggak hanya dijual dalam bentuk hasil panen mentah, tapi diolah jadi produk turunan yang lebih bernilai. Contohnya, Kawasan Industri Pertanian (KIP) atau Kawasan Industri Perikanan Terpadu (KIPT). Secara sederhana, kalau ada sekitar 5-10 KIP aktif, masing-masing nyerap 500-2.000 pekerja, itu udah bisa nyerap 10.000 orang! Terus, kalau ada 3-5 KIPT, bisa nyerap 3.000 orang. Belum lagi, kluster UMKM pengolahan di desa-desa. Kalau ada 100-200 kluster, masing-masing nyerap 30-200 pekerja, itu bisa nyerap 20.000 orang! Jadi, dari sektor pengolahan pertanian aja, kita bisa nambah sekitar 33.000 tenaga kerja.
Skenario 2: Ekonomi Kerakyatan Lewat Koperasi Merah Putih
Sekarang kita beralih ke yang lebih dekat sama kita: ekonomi kerakyatan! Khususnya, lewat koperasi. Pemerintah punya program namanya Koperasi Merah Putih yang direncanakan beroperasi di 80.000 desa/kelurahan di seluruh Indonesia.
Bayangkan! Kalau setiap koperasi ini, rata-rata aja nyerap 10 tenaga kerja (mulai dari pengurus, pengawas, sampai pelaksana operasional), total bisa menyerap 800.000 tenaga kerja secara nasional! Ini potensi besar buat menghidupkan ekonomi di level akar rumput, sekaligus bantalan angkatan kerja di desa agar memperkecil peluang migrasi ke kota untuk mencari pekerjaan.
Skenario 3: Optimalisasi Pekerja Migran Indonesia (PMI)
Yang terakhir ini sering jadi pro-kontra, tapi sebenarnya bisa jadi solusi jika Pemerintah serius melaksanakannya : Pekerja Migran Indonesia (PMI), atau populer di masyarakat dengan sebutan TKI (Tenaga Kerja Indonesia).
Dengan banyaknya angkatan kerja, sebagian bisa dikirim ke luar negeri untuk bekerja di sektor-sektor yang memang membutuhkan. Ini bisa mengurangi beban pasar kerja di dalam negeri. Plus, mereka kirim remitansi, alias uang ke keluarga di Indonesia, yang juga bisa menggerakkan ekonomi rumah tangga dan mengatrol daya beli lokal. Target penempatan PMI itu sekitar 275.000 orang per tahun di 2024-2025. Jadi, dalam dua tahun, kita bisa memberangkatkan sekitar 550.000 tenaga kerja kita ke luar negeri. Tentu dengan syarat –dan ini sangat penting, penempatannya harus aman, legal, dan terlindungi. Negara benar-benar hadir untuk mereka yang bekerja di luar negeri, baik saat persiapan, saat bekerja sampai dengan saat mereka pulang ke tanah air.
Dampak Nyata Angka-Angka Ini!
Sekarang, mari kita gabungkan semua angka-angka tadi. Ini dia total penyerapan tenaga kerja secara langsung dari skenario di atas:
Dari Smelter: 122.732 orang
Dari Industri Pengolahan Hasil Pertanian: 33.000 orang
Dari Koperasi Merah Putih: 800.000 orang
Dari PMI atau TKI: 550.000 orang
Kalau dijumlahin semua, totalnya jadi 1.505.732 orang! Lebih dari satu setengah juta orang!
Nah, ingat kan tadi jumlah pengangguran kita di awal sekitar 7,23 juta orang? Kalau 1,5 jutaan orang ini bisa terserap, maka jumlah pengangguran kita bisa turun jadi sekitar 5,7 jutaan orang! Artinya, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) kita bisa ditekan sampai sekitar 3,80%!
Ini baru dampak langsungnya. Belum lagi kalau kita ngomongin multiplier effect atau efek bergandanya. Artinya, satu pekerjaan yang tercipta, bisa menciptakan pekerjaan lain di sektor-sektor pendukungnya. Kalau efek pengganda ini kita masukkin, bisa jadi angka pengangguran kita bisa turun drastis, bahkan mendekati angka ideal di kisaran 2%! Sangat mengungkit, kan? Dari situasi "darurat" berpeluang "aman"!
Tapi, tentu aja, ini bukan sulap, bukan sihir. Keberhasilan skenario-skenario dari smelter sampai PMI sangat bergantung pada beberapa hal:
Konsistensi Kebijakan dan Investasi: Pemerintah harus konsisten dengan percepatan program hilirisasi dan koperasi. Tidak boleh setengah-setengah. Apalagi hanya wacana dan pencitraan. Investasi dan dunia usaha harus ramah lingkungan dan aman dari pemalakan preman berdasi maupun preman jalanan.
Peningkatan Kualitas SDM: Ini penting banget! Pemerintah harus berkolaborasi aktif dengan industry dan dunia pendidikan untuk segera melakukan program reskilling dan upskilling yang massif. Biar skill nyambung sama kebutuhan industri modern.
Fasilitasi dan Perlindungan PMI: Pastikan penempatan PMI itu aman, legal, dan mereka terlindungi di sana. Jangan sampai ada yang jadi korban.
Koordinasi Lintas Sektor: Pemerintah pusat, daerah, dunia usaha, dunia pendidikan, masyarakat, semua harus solid berkolaborasi.
Jadi, Indonesia kita ini masih punya potensi besar buat mengatasi masalah lapangan kerja. Tantangan demografi yang tadinya seperti "momok", bisa diubah jadi peluang emas buat pertumbuhan ekonomi yang lebih merata dan kesejahteraan yang meningkat.
Kuncinya ada di komitmen yang kuat dan eksekusi yang cepat dan tepat.
Gimana menurut anda? Ada ide lain? Atau anda punya pengalaman terkait topik ini? Share di kolom komentar ya!
Topik ini bisa ditonton di Kanal Youtube Hyprbuzz
Jakarta
Instagram: polactinstitute
